Buat : Anak2ku Kelas VII,,,
Selamat Belajar,,,,,,,,,,
Hindu-Buddha dan Peninggalannya di
Indonesia
Pada
masa perdagangan kuno, kota-kota di pesisir Pulau Sumatra dan
Jawa berkembang menjadi pusat perdagangan. Pedagang yang singgah di
kota-kota pesisir tersebut tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi juga
dari luar negeri. Hal itu terjadi karena letak Kepulauan Indonesia berada di
daerah yang strategis, yaitu di antara dua benua dan dua samudra. Keadaan
ini menyebabkan Indonesia menjadi daerah yang dilewati jalur perdagangan
dan pelayaran internasional.
1. Masuk dan Berkembangnya Agama Hindu-Buddha
ke Indonesia
Menurut sejarawan van Leur dan Wolters, hubungan dagang antara Indonesia dan India lebih dahulu berkembang daripada hubungan dagang antara Indonesia dan Cina. Namun, sumber sejarah untuk mengungkapkan hubungan antara Indonesia dan India ini sangat terbatas, yaitu melalui kitab-kitab sastra dan sumbersumber dari Barat. Sementara itu, orang-orang Cina mempunyai kebiasaan menuliskan kisah perjalanannya sehingga banyak ditemukan sumber-sumber tentang hubungan dagang Indonesia-Cina.
Dari hubungan perdagangan, muncul beberapa teori mengenai proses masuknya budaya Hindu-Buddha ke Indonesia. Teori-teori
tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Teori Brahmana
Penguasa-penguasa wilayah Nusantara ingin mendapat status
terhormat di mata tamu-tamunya, yaitu para pedagang asing dari India
dan Cina. Mereka kemudian mengundang para Brahmana dari India.
Sebagian dari mereka kemudian memutuskan untuk memeluk agama
Hindu agar memperoleh penetapan sebagai kasta kesatria melalui
upacara wratyastoma yang harus diselenggarakan oleh seorang
brahmana.
b. Teori Kesatria
Agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia akibat pengaruh para
bangsawan. Teori ini dikemukakan F.D.K. Bosch yang beranggapan
bahwa telah terjadi kolonisasi oleh orang-orang India. Daerah koloni
ini menjadi pusat penyebaran budaya India. Bahkan ada yang
berpendapat bahwa kolonisasi yang terjadi disertai penaklukan melalui
perang. Pemegang peranan terhadap proses masuknya kebudayaan
Hindu-Buddha di Indonesia adalah golongan prajurit atau kasta kesatria.
c. Teori Waisya
Menurutnya N.J. Krom, golongan kesatria bukan merupakan
golongan terbesar di antara orang-orang India yang datang ke Indonesia.
Krom berpendapat bahwa masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia
karena peranan kepada kasta waisya (pedagang). Mereka menetap di
Indonesia kemudian menyebarkan kebudayaan India melalui hubungan
dengan penguasa di Indonesia. Krom mengisyaratkan telah terjadi
perkawinan antara pedagang India dan penduduk asli Indonesia.
Jawa berkembang menjadi pusat perdagangan. Pedagang yang singgah di
kota-kota pesisir tersebut tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi juga
dari luar negeri. Hal itu terjadi karena letak Kepulauan Indonesia berada di
daerah yang strategis, yaitu di antara dua benua dan dua samudra. Keadaan
ini menyebabkan Indonesia menjadi daerah yang dilewati jalur perdagangan
dan pelayaran internasional.
1. Masuk dan Berkembangnya Agama Hindu-Buddha
ke Indonesia
Menurut sejarawan van Leur dan Wolters, hubungan dagang antara Indonesia dan India lebih dahulu berkembang daripada hubungan dagang antara Indonesia dan Cina. Namun, sumber sejarah untuk mengungkapkan hubungan antara Indonesia dan India ini sangat terbatas, yaitu melalui kitab-kitab sastra dan sumbersumber dari Barat. Sementara itu, orang-orang Cina mempunyai kebiasaan menuliskan kisah perjalanannya sehingga banyak ditemukan sumber-sumber tentang hubungan dagang Indonesia-Cina.
Dari hubungan perdagangan, muncul beberapa teori mengenai proses masuknya budaya Hindu-Buddha ke Indonesia. Teori-teori
tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Teori Brahmana
Penguasa-penguasa wilayah Nusantara ingin mendapat status
terhormat di mata tamu-tamunya, yaitu para pedagang asing dari India
dan Cina. Mereka kemudian mengundang para Brahmana dari India.
Sebagian dari mereka kemudian memutuskan untuk memeluk agama
Hindu agar memperoleh penetapan sebagai kasta kesatria melalui
upacara wratyastoma yang harus diselenggarakan oleh seorang
brahmana.
b. Teori Kesatria
Agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia akibat pengaruh para
bangsawan. Teori ini dikemukakan F.D.K. Bosch yang beranggapan
bahwa telah terjadi kolonisasi oleh orang-orang India. Daerah koloni
ini menjadi pusat penyebaran budaya India. Bahkan ada yang
berpendapat bahwa kolonisasi yang terjadi disertai penaklukan melalui
perang. Pemegang peranan terhadap proses masuknya kebudayaan
Hindu-Buddha di Indonesia adalah golongan prajurit atau kasta kesatria.
c. Teori Waisya
Menurutnya N.J. Krom, golongan kesatria bukan merupakan
golongan terbesar di antara orang-orang India yang datang ke Indonesia.
Krom berpendapat bahwa masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia
karena peranan kepada kasta waisya (pedagang). Mereka menetap di
Indonesia kemudian menyebarkan kebudayaan India melalui hubungan
dengan penguasa di Indonesia. Krom mengisyaratkan telah terjadi
perkawinan antara pedagang India dan penduduk asli Indonesia.
d.
Teori Arus Balik
Teori arus balik dikemukakan oleh van Leur. Menurutnya, orang
Indonesia juga memiliki peran dalam proses masuknya kebudayaan
India. Para pedagang dari Indonesia, datang sendiri ke India karena
penasaran dengan kebudayaan tersebut. Mereka menetap di India
selama beberapa waktu kemudian pulang kembali dengan membawa
kebudayaan India dan menyebarkannya. Teori ini disebut teori arus
balik.
Selain dengan India, bangsa Indonesia pada zaman kuno telah menjalin
hubungan dagang dengan Cina. Satu hal yang penting dalam hubungan
dagang antara Indonesia dan Cina adalah adanya hubungan pelayaran
langsung antara kedua tempat tersebut. Bukti adanya pelayaran antara
Indonesia dan Cina berasal dari abad V Masehi. Hal ini ditunjukkan dalam
catatan perjalanan dua orang pendeta Buddha, yaitu Fa-Hsien dan
Gunawarman.
Sebuah berita mengenai hubungan antara orang Indonesia dan Cina
adalah datangnya utusan dari Ho-lo-tan, sebuah negeri di She-po (Jawa).
Hubungan dagang Indonesia dengan India dan Cina telah menempatkan
Indonesia pada jaringan pergaulan internasional. Selain itu, pengaruh India
serta Cina telah menyebabkan perubahan dalam tata susunan masyarakat
di Indonesia.
Teori arus balik dikemukakan oleh van Leur. Menurutnya, orang
Indonesia juga memiliki peran dalam proses masuknya kebudayaan
India. Para pedagang dari Indonesia, datang sendiri ke India karena
penasaran dengan kebudayaan tersebut. Mereka menetap di India
selama beberapa waktu kemudian pulang kembali dengan membawa
kebudayaan India dan menyebarkannya. Teori ini disebut teori arus
balik.
Selain dengan India, bangsa Indonesia pada zaman kuno telah menjalin
hubungan dagang dengan Cina. Satu hal yang penting dalam hubungan
dagang antara Indonesia dan Cina adalah adanya hubungan pelayaran
langsung antara kedua tempat tersebut. Bukti adanya pelayaran antara
Indonesia dan Cina berasal dari abad V Masehi. Hal ini ditunjukkan dalam
catatan perjalanan dua orang pendeta Buddha, yaitu Fa-Hsien dan
Gunawarman.
Sebuah berita mengenai hubungan antara orang Indonesia dan Cina
adalah datangnya utusan dari Ho-lo-tan, sebuah negeri di She-po (Jawa).
Hubungan dagang Indonesia dengan India dan Cina telah menempatkan
Indonesia pada jaringan pergaulan internasional. Selain itu, pengaruh India
serta Cina telah menyebabkan perubahan dalam tata susunan masyarakat
di Indonesia.
2.
Pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia
Pengaruh agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dari India di Indonesia
sangat kuat. Hal ini dapat dilihat dari hasil akulturasi yang ada di berbagai
bidang. Istilah yang tepat untuk menyebut pengaruh agama dan budaya
Hindu-Buddha pada budaya Indonesia menurut Prof. Dr. F.D.K. Bosch
disebut fecundation (penyuburan), yaitu penyuburan budaya Indonesia oleh
budaya Hindu-Buddha. Kenyataan menunjukkan bahwa budaya Hindu-
Buddha tidak menghilangkan budaya asli Indonesia. Oleh orang Indonesia,
budaya Hindu-Buddha dimodifikasi sesuai dengan keadaan masyarakat.
Pengaruh agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dari India di Indonesia
sangat kuat. Hal ini dapat dilihat dari hasil akulturasi yang ada di berbagai
bidang. Istilah yang tepat untuk menyebut pengaruh agama dan budaya
Hindu-Buddha pada budaya Indonesia menurut Prof. Dr. F.D.K. Bosch
disebut fecundation (penyuburan), yaitu penyuburan budaya Indonesia oleh
budaya Hindu-Buddha. Kenyataan menunjukkan bahwa budaya Hindu-
Buddha tidak menghilangkan budaya asli Indonesia. Oleh orang Indonesia,
budaya Hindu-Buddha dimodifikasi sesuai dengan keadaan masyarakat.
Beberapa
pengaruh Hindu-Buddha di antaranya sebagai berikut:
a. Bidang Bahasa dan Aksara
Dengan datangnya pengaruh budaya India maka dipergunakan
bahasa dari India, terutama bahasa Sanskerta dan Pali. Walaupun
demikian, tidak berarti bahwa bahasa Nusantara menjadi tersisih dan
punah. Bahasa Jawa Kuno dan bahasa Melayu Kuno tetap dipakai,
bahkan nantinya diperkaya dengan istilah-istilah dari bahasa Sanskerta.
Dalam bidang aksara, penduduk Nusantara mulai melek aksara
dengan dikenalnya aksara Pallawa dan Nagari (atau disebut juga
Siddham). Dalam perkembangannya, para empu Nusantara menciptakan
aksara baru yang disebut aksara Kawi (ada juga yang menyebutnya
aksara Jawa Kuno).
b. Bidang Teknologi Bangunan
Sebelum datangnya pengaruh budaya India, masyarakat
Nusantara membangun monumen punden berundak sebagai
sarana untuk pemujaan kepada roh nenek moyang. Pemujaan
kepada dewa/Bodisatwa di Nusantara digunakan teknologi
pembuatan bangunan suci yang disebut candi, petirtaan, dan
stupa.
Mula-mula bangunan candi sebagai tempat pemujaan
kepada dewa dibangun sesuai dengan aturan dalam Kitab
Silpasastra, bangunan utama berada di tengah-tengah percandian.
Tetapi ketika pemujaan kepada leluhur tampil kembali
dalam kepercayaan, bentuk candi pun menyesuaikan diri,
kembali ke bangunan punden berundak, bangunan utama
berada di bagian belakang dan bangunan candi terlihat
bertingkat-tingkat. Hal ini terlihat pada bangunan candi di Jawa
Timur. Bangunan candi mengalami persesuaian dengan
bangunan punden berundak.
c. Bidang Agama
Sebelum mendapat pengaruh agama-agama dari India, penduduk
Nusantara telah memiliki kepercayaan animisme, dinamisme,
animatisme, totemisme, dan fetisisme. Dengan masuknya budaya India,
penduduk Nusantara secara berangsur-angsur memeluk agama Hindu
dan Buddha, diawali oleh lapisan elite para datu dan keluarganya.
Walaupun demikian, lapisan bawah terutama di pedesaan masih banyak
yang tetap menganut kepercayaan asli berupa pemujaan kepada nenek
moyang.
Dalam perkembangannya, agama Hindu dan agama Buddha
berpadu menjadi agama Siwa Buddha. Bahkan agama campuran ini
masih diwarnai dengan kepercayaan-kepercayaan asli Nusantara. Bukti
pendukung tentang akulturasi agama ini dapat dilihat dari dimasukkannya
dewa dewi asli Nusantara dalam susunan para dewa Hindu, yaitu
Sang Hyang Tunggal dan Sang Hyang Wenang, justru sebagai moyang
para dewa.
pengaruh Hindu-Buddha di antaranya sebagai berikut:
a. Bidang Bahasa dan Aksara
Dengan datangnya pengaruh budaya India maka dipergunakan
bahasa dari India, terutama bahasa Sanskerta dan Pali. Walaupun
demikian, tidak berarti bahwa bahasa Nusantara menjadi tersisih dan
punah. Bahasa Jawa Kuno dan bahasa Melayu Kuno tetap dipakai,
bahkan nantinya diperkaya dengan istilah-istilah dari bahasa Sanskerta.
Dalam bidang aksara, penduduk Nusantara mulai melek aksara
dengan dikenalnya aksara Pallawa dan Nagari (atau disebut juga
Siddham). Dalam perkembangannya, para empu Nusantara menciptakan
aksara baru yang disebut aksara Kawi (ada juga yang menyebutnya
aksara Jawa Kuno).
b. Bidang Teknologi Bangunan
Sebelum datangnya pengaruh budaya India, masyarakat
Nusantara membangun monumen punden berundak sebagai
sarana untuk pemujaan kepada roh nenek moyang. Pemujaan
kepada dewa/Bodisatwa di Nusantara digunakan teknologi
pembuatan bangunan suci yang disebut candi, petirtaan, dan
stupa.
Mula-mula bangunan candi sebagai tempat pemujaan
kepada dewa dibangun sesuai dengan aturan dalam Kitab
Silpasastra, bangunan utama berada di tengah-tengah percandian.
Tetapi ketika pemujaan kepada leluhur tampil kembali
dalam kepercayaan, bentuk candi pun menyesuaikan diri,
kembali ke bangunan punden berundak, bangunan utama
berada di bagian belakang dan bangunan candi terlihat
bertingkat-tingkat. Hal ini terlihat pada bangunan candi di Jawa
Timur. Bangunan candi mengalami persesuaian dengan
bangunan punden berundak.
c. Bidang Agama
Sebelum mendapat pengaruh agama-agama dari India, penduduk
Nusantara telah memiliki kepercayaan animisme, dinamisme,
animatisme, totemisme, dan fetisisme. Dengan masuknya budaya India,
penduduk Nusantara secara berangsur-angsur memeluk agama Hindu
dan Buddha, diawali oleh lapisan elite para datu dan keluarganya.
Walaupun demikian, lapisan bawah terutama di pedesaan masih banyak
yang tetap menganut kepercayaan asli berupa pemujaan kepada nenek
moyang.
Dalam perkembangannya, agama Hindu dan agama Buddha
berpadu menjadi agama Siwa Buddha. Bahkan agama campuran ini
masih diwarnai dengan kepercayaan-kepercayaan asli Nusantara. Bukti
pendukung tentang akulturasi agama ini dapat dilihat dari dimasukkannya
dewa dewi asli Nusantara dalam susunan para dewa Hindu, yaitu
Sang Hyang Tunggal dan Sang Hyang Wenang, justru sebagai moyang
para dewa.
d.
Bidang Seni
Pengaruh agama Hindu-Buddha juga terjadi di bidang seni. Misalnya
dalam seni arca, relief, sastra, musik, dan wayang. Berikut beberapa
contoh pengaruh dalam bidang seni:
1) Arca
Bangsa Indonesia belajar membuat arca dewa dari budaya
India. Arca Nusantara yang sederhana dikembangkan menjadi seni
arca yang secara kualitas lebih baik, tetapi arca yang tampil adalah
arca dewa/perwujudan raja yang hidup. Pembuatan arca yang
dinamis ini berlangsung sampai dengan zaman Tumapel-Singasari.
Sejak zaman Tumapel-Singasari sampai zaman Majapahit, arca
Nusantara sudah tampil beda, kaku seperti mayat. Tahapan ini
menandai tampilnya kembali seni arca prasejarah berkaitan dengan
pemujaan para leluhur. Terjadilah akulturasi seni arca, arca dari
para dewa tetapi dengan penampilan kaku seperti mayat karena
sekaligus menggambarkan leluhur yang sudah di alam surga.
Pengaruh agama Hindu-Buddha juga terjadi di bidang seni. Misalnya
dalam seni arca, relief, sastra, musik, dan wayang. Berikut beberapa
contoh pengaruh dalam bidang seni:
1) Arca
Bangsa Indonesia belajar membuat arca dewa dari budaya
India. Arca Nusantara yang sederhana dikembangkan menjadi seni
arca yang secara kualitas lebih baik, tetapi arca yang tampil adalah
arca dewa/perwujudan raja yang hidup. Pembuatan arca yang
dinamis ini berlangsung sampai dengan zaman Tumapel-Singasari.
Sejak zaman Tumapel-Singasari sampai zaman Majapahit, arca
Nusantara sudah tampil beda, kaku seperti mayat. Tahapan ini
menandai tampilnya kembali seni arca prasejarah berkaitan dengan
pemujaan para leluhur. Terjadilah akulturasi seni arca, arca dari
para dewa tetapi dengan penampilan kaku seperti mayat karena
sekaligus menggambarkan leluhur yang sudah di alam surga.
2)
Relief
Dengan datangnya pengaruh seni relief dari India, relief
yang terpahat pada candi-candi tampil sebagai relief tinggi yang
khas Nusantara, menggambarkan suasana Nusantara (bukan
gambaran versi India). Sejak zaman Tumapel-Singasari tampil
gaya yang berbeda yaitu lebih menampilkan seni relief
Nusantara asli, yaitu relief wayang yang dipahat sebagai relief
rendah.
3Musik
Sebelum kedatangan pengaruh India bangsa Indonesia
sudah memiliki tradisi musik yang tinggi. Pada saat itu alat musik
yang berkembang antara lain nekara, kendang, kecer, dan
kemanak. Masuknya pengaruh India menyebabkan penambahan
beberapa alat musik, di antaranya vina (gitar
bersenar tiga) dan harpa.
Dengan datangnya pengaruh seni relief dari India, relief
yang terpahat pada candi-candi tampil sebagai relief tinggi yang
khas Nusantara, menggambarkan suasana Nusantara (bukan
gambaran versi India). Sejak zaman Tumapel-Singasari tampil
gaya yang berbeda yaitu lebih menampilkan seni relief
Nusantara asli, yaitu relief wayang yang dipahat sebagai relief
rendah.
3Musik
Sebelum kedatangan pengaruh India bangsa Indonesia
sudah memiliki tradisi musik yang tinggi. Pada saat itu alat musik
yang berkembang antara lain nekara, kendang, kecer, dan
kemanak. Masuknya pengaruh India menyebabkan penambahan
beberapa alat musik, di antaranya vina (gitar
bersenar tiga) dan harpa.
4)
Wayang
Budaya India juga berpengaruh pada wayang. Wayang dan
musiknya (gamelan) merupakan kebudayaan asli dari Nusantara
berkaitan dengan pemujaan kepada roh para leluhur. Namun,
budaya India memperkaya wayang dengan menyumbangkan
beragam cerita, yaitu dari epos Mahabharata dan Ramayana. Jadi,
wayang dan gamelannya merupakan asli Nusantara sementara
cerita yang dimainkannya berasal dari India. Dalam wayang terdapat
pula aspek politik, yaitu penyampaian kritik-kritik sosial. Wayang
dapat juga digunakan sebagai wadah penyampaian hal-hal baru
yang tidak dapat diberikan secara langsung.
Budaya India juga berpengaruh pada wayang. Wayang dan
musiknya (gamelan) merupakan kebudayaan asli dari Nusantara
berkaitan dengan pemujaan kepada roh para leluhur. Namun,
budaya India memperkaya wayang dengan menyumbangkan
beragam cerita, yaitu dari epos Mahabharata dan Ramayana. Jadi,
wayang dan gamelannya merupakan asli Nusantara sementara
cerita yang dimainkannya berasal dari India. Dalam wayang terdapat
pula aspek politik, yaitu penyampaian kritik-kritik sosial. Wayang
dapat juga digunakan sebagai wadah penyampaian hal-hal baru
yang tidak dapat diberikan secara langsung.
e.
Bidang Sastra
Sebelum masuknya pengaruh India, sastra Nusantara berupa sastra
lisan. Dengan masuknya pengaruh sastra dari India, sejak zaman
Mataram sampai dengan zaman Majapahit awal dikenal sastra tembang
yang disebut kakawin (ka-kawi-an). Memasuki zaman Majapahit
pertengahan irama kakawin digeser oleh irama kidung.
Sebelum masuknya pengaruh India, sastra Nusantara berupa sastra
lisan. Dengan masuknya pengaruh sastra dari India, sejak zaman
Mataram sampai dengan zaman Majapahit awal dikenal sastra tembang
yang disebut kakawin (ka-kawi-an). Memasuki zaman Majapahit
pertengahan irama kakawin digeser oleh irama kidung.