,,,,,"Akhir Kekuasaan Belanda di Indonesia",,,,,,
(8 Maret 1942)
KabarIndonesia - Pada tanggal 7 Desember 1941, angkatan udara Jepang dipimpin Laksamana Nagano melancarkan serangan mendadak ke pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii. Serangan itu melumpuhkan kekuatan angkatan laut Amerika Serikat di Timur Jauh. Kemudian Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang. Belanda pun sebagai salah satu sekutu Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang, pernyataan perang itu disampaikan Gubernur Jendral Hindia-Belanda Jendral Tjarda van Stankenborgh Stachouwer melalui radio pada tanggal 18 Desember 1941 pukul 06.30. Jepang merespon pernyataan perang itu dengan menyatakan perang terhadap pemerintah Hindia-Belanda tanggal 1 Januari 1942.
Setelah armada sekutu dihancurkan dalam pertempuran di Laut Jawa, maka dengan mudah pasukan Jepang mendarat di beberapa tempat di pantai utara Pulau Jawa. Pemerintah kolonial Hindia-Belanda memusatkan pertahanannya di sekitar pegunungan Bandung. Saat itu kekuatan militer Hindia-Belanda di Jawa berjumlah empat divisi (kurang lebih 40.000 prajurit) termasuk pasukan Inggris, Amerika Serikat, dan Australia. Pasukan itu di bawah komando pasukan sekutu yang markas besarnya di Lembang, panglimanya Letnan Jendral H. Ter Poorten dari tentara Hindia-Belanda (KNIL). Selanjutnya kedudukan pemerintah kolonial Hindia-Belanda dipindahkan dari Batavia (Jakarta) ke kota Bandung.
Berdasarkan catatan yang didapat dari Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara, pada tanggal 28 Februari 1942 malam pasukan Jepang dipimpin Kolonel Shoji beserta divisi udara ke - 3 pimpinan Letnan Jendral Sugawara Michio berhasil mendarat di pantai Eretan Wetan Indramayu (Pantai Utara Jawa Barat). Detasemen Shoji berkekuatan sekitar 3.000-5.000 prajurit yang khusus ditugaskan untuk merebut kota Bandung, terdiri dari dua batalyon infantri masing-masing dipimpin Mayor Wakamatsu dan Mayor Egashira, dilengkapi sepeda-sepeda dan kereta-kereta tempur (panser) ini menyerbu pelabuhan udara Kalijati terlebih dulu. Satu batalyon bergerak ke arah selatan melalui Anjatan, satu batalyon ke arah barat melalui Pamanukan, dan sebagian pasukan melalui sungai Cipunagara. Batalyon Wakamatsu merebut lapangan terbang Kalijati tanpa perlawanan berarti dari angkatan udara Inggris yang berjaga di sana.Gerakan bala tentara pimpinan Shoji sangat cepat, tiba-tiba dalam waktu relatif singkat mereka bermunculan di setiap sudut, terutama di sekitar pelabuhan udara Kalijati. Kehadiran mereka membuat rakyat Subang dan sekitarnya sangat terkejut. Jum'at 1 Maret 1942, terjadi pertempuran. Meski telah berusaha mempertahankan pelabuhan udara Kalijati, tentara Belanda kelabakan, karena musuh datang tiba-tiba dan serentak. Serangan Jepang makin hebat setelah didukung bantuan kekuatan angkatan udaranya, membom kawasan itu.
Setelah melalui pertempuran sengit beberapa hari, dalam waktu relatif singkat pelabuhan udara Kalijati dikuasai tentara Jepang. Ini merupakan pukulan berat bagi Belanda, mereka berusaha merebutnya kembali dengan mengerahkan pasukan melalui Purwakarta dan Subang, namun sia-sia, pertempuran meminta banyak korban dari kedua kubu. Setelah menguasai pelabuhan udara Kalijati dan kota Subang, Shoji menempatkan markasnya di pusat perkebunan Pamanukan, Ciasem. Dari sana mereka mulai bergerak menuju Bandung. Pada tanggal 5 Maret 1942, seluruh detasemen tentara Jepang yang ada di Kalijati disiapkan untuk menggempur pertahanan Belanda di Ciater dan selanjutnya menyerbu Bandung. Akibat serbuan itu, tentara Belanda mundur dari Ciater ke Lembang yang dijadikan benteng terakhir pertahanan tentara Belanda.Meriam-meriam yang digunakan tentara Belanda untuk menghadang pasukan Jepang di sepanjang jalan raya Subang-Bandung tidak efektif. Di luar dugaan, tentara Jepang datang lewat perkebunan teh dan menyerang lebih dulu. Kemudian menghujani Ciater dengan bom sebagai pembuka jalan. Situasi itu membuat pasukan Belanda kocar-kacir, dan Jepang berhasil menghancurkan kubu pertahanan Belanda di Ciater sekaligus menguasainya.
Pada tanggal 6 Maret 1942, panglima angkatan darat Belanda Letnan Jendral Ter Poorten memerintahkan komandan pertahanan Bandung Mayor Jendral J. J. Pesman agar tidak mengadakan pertempuran di Bandung dan menyarankan untuk berunding mengenai penyerahan pasukan yang berada di garis utara-selatan yang melalui Purwakarta dan Sumedang. Menurut Jendral Ter Poorten, Bandung saat itu padat oleh penduduk sipil, wanita, dan anak-anak, dan apabila terjadi pertempuran maka banyak dari mereka yang akan jadi korban.
Melihat perkembangan kondisi di lapangan, Jendral Ter Poorten yang memimpin angkatan perang Hindia-Belanda dihadapkan pada situasi gawat. Akhirnya tanggal 7 Maret 1942 sore hari, Lembang pun jatuh ke tangan tentara Jepang. Di Bandung, Ter Poorten dan Gubernur Tjarda sepakat mengutus Mayor Jendral Pesman, menghubungi komandan tentara Jepang untuk berunding. Namun utusan Belanda itu ditolak Panglima Imamura, dia hanya mau bicara dengan panglima tentara atau gubernur jendral saja. Kolonel Shoji meminta perundingan dilakukan di Gedung Isola (sekarang Gedung Rektorat Universitas Pendidikan Indonesia Bandung). Sementara, Jendral Imamura yang telah dihubungi Kolonel Shoji segera memerintahkan kepada bawahannya itu agar mengontak Gubernur Jendral Tjarda van Stankenborgh Stachouwer untuk berunding di Subang pada tanggal 8 Maret 1942 pagi. Tetapi, Letnan Jendral Ter Poorten meminta Gubernur Jendral agar menolak usulan itu.Jendral Imamura mengeluarkan peringatan bahwa "bila pada tanggal 8 Maret 1942 pukul 10.00 pagi para pembesar Belanda belum juga berangkat ke Kalijati maka Bandung akan dibom sampai hancur." Sebagai bukti bahwa ancaman itu bukan sekadar gertakan, di atas kota Bandung tampak pesawat-pesawat pembom Jepang dalam jumlah besar siap melaksanakan tugasnya.
Melihat kenyataan itu, Letnan Jendral Ter Poorten dan Gubernur Jendral Tjarda beserta para pembesar tentara Belanda lainnya berangkat ke Kalijati sesuai dengan tanggal dan waktu yang telah ditentukan. Perundingan Jepang - Belanda yang rencananya dilangsungkan di Jalan Cagak - Subang akhirnya dilaksanakan di rumah dinas seorang perwira staf sekolah penerbang Hindia - Belanda di pelabuhan udara Kalijati.
Di awal perundingan, Jendral Ter Poorten selaku panglima angkatan darat Belanda hanya bersedia menyampaikan kapitulasi Bandung. Namun Jendral Imamura yang mewakili Jepang dengan tegas menolak usulan itu, karena menginginkan kapitulasi untuk seluruh wilayah Hindia-Belanda.
Ketika itu Imamura mengatakan bahwa bila Belanda tidak mau menyerah tanpa syarat dalam perundingan, pertemuan itu tidak ada gunanya. Dia mempersilakan Ter Poorten kembali ke Bandung sambil memberi kesempatan terakhir hanya 10 menit. Jika masih tidak sepakat juga, Imamura dengan tegas menyatakan jalan satu-satunya meneruskan pertempuran sekaligus mengancam, Bandung akan dihujani bom dengan pesawat-pesawat terbang yang telah disiapkan di pelabuhan udara Kalijati-Subang.
Rentang waktu 10 menit itulah yang sangat menentukan antara panglima Imamura dan panglima Ter Poorten terjadi tanya jawab cukup singkat. Dua kalimat singkat terakhir antara keduanya menjadi catatan sejarah. Imamura: "Apakah tuan bersedia menyerah tanpa syarat?"Ter Poorten : "Saya menerima untuk seluruh wilayah Hindia-Beanda." Jawaban akhir Letnan Jendral Ter Poorten mengahiri kekuasaan Belanda di Indonesia. Dalam waktu singkat, secara resmi Belanda menyerah tanpa syarat dan menandatangani naskah penyerahan kekuasaan Hindia-Belanda kepada Jepang.Malam harinya, NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep Maatschappij/Maskapai Radio Siaran Hindia Belanda) mengakhiri siarannya pada tanggal 8 Maret 1942, "Wij sluit en nu. Vaarwel, tot betere tijden. Leve de Konigin! (Kami akhiri sekarang. Selamat berpisah, sampai waktu yang lebih baik. Hidup Sang Ratu!)".
Esok harinya, tanggal 9 Maret 1942 pukul 08.00 dalam radio Bandung, terdengar perintah Jendral Ter Poorten kepada seluruh pasukannya untuk menghentikan segala peperangan dan melakukan kapitulasi tanpa syarat. Pemerintah dan tentara kolonial Hindia-Belanda takluk kepada Jepang di pelabuhan udara Kalijati Subang (sekarang Lanud Suryadarma). Rupanya "waktu yag lebih baik" dalam siaran terakhir NIROM itu tidak pernah ada karena sejak 8 Maret 1942 Indonesia diduduki pemerintahan militer Jepang. Pada tanggal 12 Maret 1942 seluruh komandan satuan tentara Inggris dan Australia secara resmi menandatangani penyerahan pasukan kepada Jepang, di hadapan Letnan Jendral Maruyama di Bandung. Berakhirlah kekuasaan Hindia-Belanda di Indonesia. Setelah itu pemerintah militer Jepang menduduki Indonesia. Hingga akhirnya bangsa Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Jepang hanya berkuasa tiga tahun lima bulan delapan hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar